Di Hari kesehatan Dunia yang diperingati setiap tanggal 7 April adalah momen yang sangat baik untuk saling mengingatkan semua pihak pentingnya memprioritaskan kesehatan dari semua aspek kehidupan.
Namun penyakit kusta dengan saat ini Indonesia masih diperingkat 3 sebagai urutan penyumbang kusta kasus baru dengan 17.000 kasus baru pertama tahun serta permasalahan yang dirasakan orang-orang yang mengalami kusta.
Penyakit kusta adalah penyakit inspeksi yang disebabkan oleh bakteri kronis yang menyerang pada kulit, saraf tepi serta saluran pernapasan. Kusta dikenal dengan nama penyakit Hansen atau Morbus Hansen.
Gejala kusta timbul seperti mati rasa di kulit, muncul lesi pucat, kulit tidak berkeringat, ada luka yang tidak terasa sakit, otot jadi lemah terutama bagian kaki dan tangan, kehilangan alis dan bulu mata, mimisan atau kehilangan tulang hidung, mata kering dan jarang mengedip maka itu harus segera melakukan pengobatan sedini mungkin bila terlambat akan berakibat fatal seperti disabilitas atau kecacatan.
Menjadi disabilitas bukan pilihan mereka
maka itu adalah tanggung jawab bersama dalam upaya memutuskan mata rantai penularan kusta secara kooperatif di masyarakat, ujar R Wisnu Saputra, perwakilan dari jurnalis.
Maka itulah penderitaan kusta sering di kucilkan oleh masyarakat bahkan ada yang menganggap penyakit kutukan padahal mereka juga bagian dari masyarakat yang ingin hidup layak tanpa ada diskriminatif.
Menurut Dr dr Flora Ramona Sigit Prakoeswa dalam live youtube berita KBR pada tanggal 12 maret 2022, penderita kusta ini seringkali dalam hidupnya mengalami stigmatisasi dan pendeskriminasian dalam hal kesehatan. Sehingga membuat penderita kusta mengalami tekanan dalam 4 hal. Yakni:
1. Kesehatan Fisik, penderita kusta terlihat fisiknya ya cacat.
2. Kesehatan Mental, karena fisiknya cacat mempengaruhi mentalnya ketika masyarakat tidak memberikan kesempatan untuk hidup secara wajar.
3. Kesehatan Sosial, saat penderita kusta tidak mendapat tempat, secara sosial terkucilkan dan tidak bisa bekerja seperti layaknya orang yang bukan penderita kusta.
4. Kesehatan Spiritual, karena terkucil mereka tidak bisa menunaikan ibadah di masjid, gereja, pure dll.
Untuk membantu agar penderita kusta tidak mengalami stigma negatif, perlu ada usaha pihak- pihak terkait maka itu diperanan pentahelix sangat penting untuk atasi kusta.
Nah bagi yang belum tahu apa sih itu Pentahelix menurut KKBI adalah kolaborasi. Dimana dalam hal ini untuk mengkampanyekan bahwa penderita kusta tidak berbahaya dan bisa sembuh, asal rutin berobat.
Adapun komponen yang terlibat dalam pentahelix adalah :
1. Keluarga.
Dimana keluarga juga mempunyai peran penting dalam penderitaan kusta seperti untuk memberikan dukungan terhadap penyakit kusta seperti mengingatkan untuk rajin minum obat dan jaga kebersihan.
2. Pelaku Usaha.
Dimana penderitaan kusta di berikan kesempatan berkerja sesuai dengan kondisi dan kemampuan dari penderitaan kusta.
3. Media massa.
Media massa juga sangat peran dalam menyampaikan informasi tentang penyakit kusta dan cara pencegahan agar lebih memahami lagi tentang penyakit kusta.
4. Generasi muda.
Generasi muda juga biasa jadi rool model dgn cara mengedukasi pengetahuan tentang penyakit kusta sehingga yang nantinya mereka bisa membantu menyebarkan informasi kepada masyarakat , teman sebayanya dan lain-lain.
Salah satu contoh keberhasilan pentahelix terdapat di Jawa Timur sudah ada aksi pembentukan kelompok-kelompok untuk mendukung memberantas kusta.
Dengan contoh keberhasilan tersebut dapat dijadikan contoh untuk terus memberikan edukasi tentang penyakit kusta dan pencegahannya agar terwujudnya Indonesia bebas dari kusta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar