Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meluncurKan buku biografi Yohana Susana Yembise berjudul "Dunia Yohana, Inspirasi Dari Ufuk Timur", Balairung Susilo Sudarman, Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata, Jakarta, Kamis (17/10/2019). buku ini merupakan buku kedua dari mama Yo. Buku pertamanya berjudul Mutiara Dari Timur telah terbit tahun 2017.
Biografi Yohana Susana Yembise yang ditulis Yudhistira ANM Massardi ini mengeksplorasi kisah Menteri Yohana mulai dari kesehariannya sebagai dosen atau ibu tiga anak, masa-masa ketegangan sebelum akhirnya dilantik sebagai menteri perempuan pertama dari Papua hingga kesibukan Yohana Susana Yembise menangani isu perempuan dan anak di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Yudistira ANM Massardi mampu mengungkapkan berapa hal yang tidak banyak diketahui oleh orang awam tentang sosok Yohana, tugas-tugas penting Kemen PPPA sebagai menteri koordinatif dan isu perempuan dan anak sangat strategis dan kritis.
Peluncuran buku biografi dikemas dalam bentuk talkshow yang dipadukan oleh Jurnalis Metro TV Prita Laura. Sosok menteri Yohana Susana Yembise bagi Prita Laura menorehkan kesan mendalam baginya saat mengikuti kunjungan kerja ke Afganistan.
"Beliau adalah pejabat Indonesia pertama yang berkunjung ke Afganistan, negara penuh konflik. Kunjungan terakhir pemerintah Indonesia ke Afganistan dilakukan presiden pertama Soekarno pada tahun 1961. Kenekatan beliau akhirnya membawa inspirasi bagi perjuangan pemberdayaan perempuan Afganistan", ungkap Prita.
Dalam talkshow peluncuran buku tersebut. Yohana Susana Yembise juga menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke salah satu daerah di Kalimantan. Saat itu, Yohana Susana Yembise ditanya, bagaimana bisa Yohana Susana Yembise sebagai perempuan yang berasal dari Papua yang memiliki adat kuat terpilih menjadi menteri.
Yohana Susana Yembise menjawab, "kalo Yohana Susana Yembise minta izin pada para pemimpin adat di Papua, pasti Yohana Susana Yembise tidak akan bisa menjadi menteri. Namun, yang meminta saya jadi menteri adalah pak Jokowi, yang orang Jawa", ujarnya.
Yohana Susana Yembise memang suku adat Papua sangat kuat hingga membatasi perempuan untuk bisa berkiprah, apalagi berpolitik. Yohana Susana Yembise mencontohkan, belum ada satupun perempuan Papua dan Papua Barat yang bisa menjadi Bupati, Walikota ataupun Gubernur.
"Karena adat membatasi perempuan Papua. Kalau ada permasalahan yang menimpa mereka, juga lebih banyak diselesaikan secara adat, bukan menggunakan undang-undang", jelasnya.
Yohana Susana Yembise mengakui sempat syok saat awal awal dipilih dan menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak karena itu bukan bidang yang selama ini Yohana Susana Yembise kuasai.
"Saya adalah pengajar, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih. Ternyata saya dipilih sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak", ujarnya.
Karena itu, sangat menjadi menteri dan ada permasalahan muncul yang dihadapi perempuan Papua, Yohana Susana Yembise selalu meminta kepada polisi agar semuanya diselesaikan secara hukum, bukan secara adat. Undang-undang kita buat untuk dilaksanakan.
"Saya adalah pengajar, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih. Ternyata saya dipilih sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak", ujarnya.
Karena itu, sangat menjadi menteri dan ada permasalahan muncul yang dihadapi perempuan Papua, Yohana Susana Yembise selalu meminta kepada polisi agar semuanya diselesaikan secara hukum, bukan secara adat. Undang-undang kita buat untuk dilaksanakan.
Buku ini bisa memberikan inspirasi untuk membangun sisi kemanusiaan perempuan dan anak-anak Indonesia dapat terpenuhi dan terlindungi hak-haknya", kata Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu.
Hadir dalam peluncuran buku tersebut adalah mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar, Ketua Komisi Perlindungan Anak Susanto, Pemerhati Anak Seto Mulyadi, Mantan Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher, tokoh Papua dan tokoh Nasional lainnya.
Sementara itu, dalam acara Ngobrol Penuh Inspirasi (NGOPI) bersama Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pak Pri menyatakan sudah semestinya perempuan aktif dalam beberapa sektor pembangunan. Namun Kenyataannya diskriminasi gender yang masih menjadi masalah yang bisa penghambat kontribusi mereka dalam pembangunan.
Untuk menghapus permasalahan tersebut dibutuhkan sinergi dari seluruh pihak termasuk pemerintah, tokoh agama dan tokoh adat karena peran tungku ini merupakan komitmen kita bersama sebab kalau bukan kita siapa lagi yang melindungi mereka.